Jakarta, Mevin.ID – Wacana pemerintah memungut pajak 0,5% dari pedagang online di marketplace, termasuk di TikTok Shop, memicu reaksi berbagai pihak.
Kini, giliran TikTok angkat bicara. Platform video pendek sekaligus e-commerce yang sedang naik daun ini meminta pemerintah untuk tidak terburu-buru dalam menerapkan kebijakan tersebut.
Dalam keterangan resminya, juru bicara TikTok menyampaikan bahwa waktu persiapan teknis dan kesiapan para penjual, khususnya UMKM, harus menjadi perhatian utama pemerintah jika aturan ini benar-benar diberlakukan dalam waktu dekat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Hal ini mencakup kesiapan teknis platform dan kapasitas para penjual – terutama pelaku UMKM – untuk dapat mematuhi ketentuan tersebut,” ujar perwakilan TikTok, Rabu (25/6).
Jangan Korbankan Pengalaman Pengguna
TikTok menekankan pentingnya edukasi dan sosialisasi yang luas agar para penjual di marketplace memahami sepenuhnya aturan perpajakan yang akan diterapkan. Menurut mereka, penerapan yang mendadak bukan hanya bisa membingungkan penjual, tapi juga merusak pengalaman pengguna yang selama ini menjadi kekuatan utama platform.
“Kami juga mendorong upaya edukasi yang luas agar seluruh pihak memahami persyaratan yang berlaku. Ini penting untuk menjaga pengalaman pengguna, mendukung pertumbuhan UMKM, serta berkontribusi positif terhadap ekonomi digital Indonesia.”
Kerja Sama dengan DJP Sudah Berjalan
TikTok mengklaim telah menjalin kerja sama aktif dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memfasilitasi komunikasi dan edukasi kepada para penjual yang tergabung di platform mereka. Hal ini dilakukan untuk memastikan kelancaran transisi jika kebijakan ini benar-benar berlaku.
“Kami terus menjalin kerja sama erat dengan DJP untuk memastikan kesiapan teknis serta mendukung para penjual kami,” tambah juru bicara itu.
Aturan Pajak Bakal Muncul Juli?
Sebelumnya, Reuters melaporkan bahwa pemerintah Indonesia tengah menyiapkan aturan baru yang akan mewajibkan semua e-commerce memungut pajak penjualan 0,5% dari pedagang dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar. Aturan tersebut disebut akan diumumkan paling cepat bulan Juli 2025.
Kebijakan ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital yang terus berkembang pesat.
Namun, di sisi lain, banyak pihak mengingatkan agar upaya ini tidak menjadi beban tambahan yang justru menekan UMKM, yang selama ini jadi tulang punggung ekonomi digital nasional.***