Myanmar, Mevin.ID – Korban tewas akibat gempa bumi berkekuatan M 7,7 yang mengguncang negara itu pada 28 Maret telah menembus angka 3.085 orang, dengan ratusan lainnya masih hilang.
Junta militer Myanmar mengumumkan angka tersebut pada Kamis (3/4), enam hari setelah bencana mengguncang negeri itu.
Selain korban jiwa, sebanyak 341 orang masih dinyatakan hilang dan 4.715 orang terluka. Gempa besar ini menjadi yang paling dahsyat melanda Myanmar dalam lebih dari satu abad, merobohkan pagoda kuno, bangunan modern, serta menghantam kota besar seperti Mandalay dan ibu kota Naypyitaw.
Penyelamatan Dihambat Perang dan Infrastruktur Lumpuh
Tragedi ini semakin diperparah dengan kondisi yang memprihatinkan. Rumah sakit kewalahan menangani korban, sementara upaya penyelamatan terhambat oleh infrastruktur yang rusak dan perang saudara yang masih berkecamuk.
Kelompok pemberontak menuduh militer Myanmar tetap melakukan serangan udara meski negara itu baru saja dilanda bencana. Sebagai respons, aliansi pemberontak pada 1 April mengumumkan gencatan senjata sepihak untuk membantu operasi kemanusiaan.
Situasi yang semakin genting ini akhirnya mendorong junta militer Myanmar untuk mengumumkan gencatan senjata selama tiga minggu, dari 2 April hingga 22 April 2025, demi memperlancar bantuan bagi para korban.
Konvoi Bantuan Diserang, Myanmar di Ujung Krisis Kemanusiaan
Namun, ketegangan masih belum reda. Konvoi bantuan Palang Merah China dilaporkan diserang pada Selasa (1/4) malam, di tengah kampanye serangan udara militer terhadap kelompok pemberontak.
Junta militer memperingatkan pemberontak agar tidak mengganggu upaya bantuan, sementara kelompok-kelompok kemanusiaan terus menyuarakan keprihatinan terhadap kurangnya makanan, air bersih, dan sanitasi bagi para penyintas.
Dengan ribuan nyawa melayang dan rakyat Myanmar yang masih berjuang di tengah reruntuhan, dunia kini menanti: akankah tragedi ini menjadi awal dari perdamaian, atau justru memperburuk konflik berkepanjangan di Myanmar?***





















