Karawang, Mevin.ID – Nasib pilu dialami N (19), seorang mahasiswi asal Karawang, Jawa Barat. Ia diduga menjadi korban pemerkosaan oleh J, pria yang tak lain adalah guru ngajinya sendiri dan masih memiliki hubungan keluarga.
Peristiwa itu terjadi pada 9 April 2025, saat N tengah berada di rumah neneknya di Kecamatan Majalaya, Karawang. J datang dengan dalih belum sempat berlebaran. Menurut kuasa hukum korban, Gary Gagarin, setelah bersalaman, N tiba-tiba tak sadarkan diri.
“Korban dibawa ke kamar dan di sana dilakukan kekerasan seksual. Aksi pelaku tepergok oleh nenek korban yang kemudian memanggil warga dan mengamankannya,” ujar Gary, Kamis (27/6/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Setelah sadar di klinik, N langsung menuntut pertanggungjawaban. Namun, keluarga membawa J ke Polsek Majalaya, dan bukannya diproses hukum, kasus ini justru dimediasi dengan saran damai.
Dinikahti, Lalu Diceraikan Sehari Setelahnya
Gary menuturkan, mediasi menghasilkan kesepakatan damai di mana J bersedia menikahi korban agar “menutup aib”. Namun, hanya sehari setelah akad nikah, J menceraikan N.
“Ini tidak masuk akal. Seolah pernikahan hanya jadi tameng pelaku untuk lolos dari jeratan hukum. Penegak hukum seharusnya tidak membiarkan kekerasan seksual diselesaikan lewat perdamaian,” tegas Gary.
Ironisnya, setelah pernikahan kilat itu, keluarga N justru mendapat tekanan. Rumah mereka dilempari batu. Keluarga J menuduh N telah merusak karier J sebagai guru. Bahkan, N kini trauma berat hingga berniat berhenti kuliah.
Polisi Sebut Kasus ‘Suka Sama Suka’
Saat dikonfirmasi, Kasi Humas Polres Karawang Ipda Cep Wildan membenarkan bahwa kasus tersebut difasilitasi oleh Polsek Majalaya untuk damai. Menurut polisi, kasus ini tidak bisa dibawa ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) karena korban bukan anak di bawah umur.
“Usia korban 19 tahun, jadi bukan lex specialis PPA. Lagipula kasusnya dianggap suka sama suka,” kata Wildan.
Meski begitu, pihak kepolisian mempersilakan jika korban ingin melaporkan kembali kasus tersebut.
Korban Masih Berjuang Demi Keadilan
Gary memastikan pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Ia menilai kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan hanya dengan perjanjian damai.
“Saat ini kami sudah meminta pendampingan psikis dari P2TP2A untuk memulihkan kondisi korban. Kami juga akan bersurat ke Kapolres Karawang untuk meminta atensi khusus,” tuturnya.
Kasus ini menambah deretan panjang ironi penegakan hukum kekerasan seksual di Indonesia, di mana korban kerap tak mendapat keadilan, dan pelaku tetap bebas menjalani hidup seolah tak pernah berbuat salah.***