Washington, Mevin.ID – Keputusan Presiden AS Donald Trump untuk tidak memasukkan Rusia, Korea Utara, Kuba, dan Belarus dalam daftar negara yang terkena tarif impor baru memicu kemarahan publik dan gejolak di media sosial.
Langkah ini dianggap janggal, apalagi Rusia selama ini disebut sebagai musuh utama Amerika di banyak panggung internasional.
Dalam konferensi pers tertutup pada Kamis (3/4), seorang pejabat Gedung Putih menyatakan bahwa keempat negara itu sudah dikenakan sanksi dan tarif sangat tinggi sebelumnya, sehingga perdagangan praktis nyaris tidak terjadi.
“Kuba, Belarus, Korea Utara, dan Rusia tidak termasuk dalam Perintah Eksekutif Tarif Resiprokal karena sanksi yang sudah ada menghalangi perdagangan aktif,” ujarnya.
Namun, pernyataan ini tak meredakan reaksi publik. Di media sosial, Trump dituduh ‘takut’ pada Putin dan dianggap memberikan “karpet merah” bagi Rusia untuk lolos dari hukuman ekonomi.
Kekecewaan kian membesar karena negara-negara sahabat AS seperti Inggris, Uni Eropa, dan bahkan Indonesia justru terkena tarif tinggi.
Gelombang Tarif dan Gejolak Pasar
Trump mengumumkan kebijakan tarif barunya pada Rabu (2/4), menetapkan tarif dasar 10% untuk seluruh negara pengimpor barang ke AS. Negara-negara yang dianggap sebagai “pelanggar perdagangan terburuk” bahkan dikenai tarif tambahan jauh lebih tinggi.
Menurut dokumen internal Gedung Putih:
- China dikenai tarif 34%
- Uni Eropa dikenai tarif 20%
- Vietnam: 46%
- Sri Lanka: 44%
Sementara itu, negara-negara seperti Turki, Inggris, Kenya, Islandia, dan Panama dikenai tarif standar 10%.
Pasar Panik, Resesi di Depan Mata?
Pengumuman Trump langsung memukul pasar keuangan. Indeks Nasdaq jeblok lebih dari 5,3%, sementara Dow Jones turun 3,3%, memicu kekhawatiran bahwa tarif ini akan menaikkan harga konsumen dan mendorong AS ke ambang resesi.
Investor dan analis memperingatkan bahwa jika Trump bersikeras menjalankan kebijakan ini tanpa solusi jangka panjang, ekonomi global bisa terguncang lebih hebat daripada saat pandemi.***





















