Washington, D.C., Mevin.ID — Dalam langkah politik dan ekonomi yang mengguncang dunia, Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu (9/5/2025) mengumumkan penundaan sementara selama 90 hari terhadap tarif tinggi yang baru saja diterapkannya terhadap puluhan negara—kecuali China, yang justru mendapatkan kenaikan tarif menjadi 125%.
Kebijakan dadakan ini diumumkan kurang dari 24 jam setelah tarif tinggi diberlakukan dan langsung memicu lonjakan tajam di pasar keuangan global. Indeks saham utama AS, termasuk S&P 500, melesat 9,5%, sementara imbal hasil obligasi mereda dan dolar AS menguat terhadap mata uang-mata uang safe haven.
Trump mengaku bahwa gejolak pasar yang dramatis membuatnya mengambil langkah ini. “Saya melihat tadi malam bahwa orang-orang mulai merasa mual,” ujar Trump, seperti dikutip Reuters. “Pasar obligasi sekarang tampak indah.”
Proteksi Ditekan, Kecuali untuk China
Dalam pernyataannya, Trump mengatakan bahwa penangguhan tarif selama tiga bulan diberikan kepada negara-negara yang mengajukan permohonan pengurangan dan siap bernegosiasi dengan Washington.
Namun, China—yang selama ini menjadi fokus utama kebijakan dagang agresif Trump—tidak mendapat kelonggaran apa pun.
Sebaliknya, tarif impor terhadap produk-produk China justru dinaikkan dari 104% menjadi 125%. Langkah ini terjadi di tengah perang dagang yang semakin panas antara dua ekonomi terbesar dunia, dengan China sebelumnya juga mengumumkan tarif balasan hingga 84% terhadap produk AS.
Strategi Negosiasi atau Jebakan?
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengatakan bahwa keputusan ini adalah bagian dari strategi negosiasi Trump. “Beliau memancing China untuk bereaksi, dan sekarang dunia bisa melihat siapa sebenarnya aktor jahat dalam konflik ini,” tegasnya.
Bessent menambahkan bahwa negara-negara yang memilih tidak membalas tarif AS “telah dihargai” melalui penundaan ini, dan pembicaraan ke depan akan mencakup isu lebih luas seperti bantuan luar negeri dan kerja sama militer.
Resesi atau Pemulihan?
Meski pasar merespons positif, para ekonom tetap memperingatkan bahwa kerusakan ekonomi belum sepenuhnya pulih.
Survei terbaru menunjukkan investasi bisnis dan belanja rumah tangga melambat, dan tiga dari empat warga AS memperkirakan harga-harga akan terus naik dalam waktu dekat.
Bank investasi Goldman Sachs memangkas proyeksi kemungkinan resesi AS dari 65% menjadi 45% setelah pengumuman ini, namun memperkirakan tarif rata-rata yang tetap berlaku akan menciptakan tekanan signifikan pada pertumbuhan ekonomi.
Diplomasi Tarif Masih Berlanjut
Trump menegaskan bahwa meskipun tekanan terhadap China tetap menjadi prioritas, pintu penyelesaian tetap terbuka.
Sementara itu, lebih dari 75 negara telah menghubungi Washington untuk memulai negosiasi, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam yang dijadwalkan bertemu dengan pejabat AS dalam waktu dekat.
Langkah ini menandai babak baru dalam kebijakan perdagangan AS yang makin tak terduga, dan dunia kini menunggu apakah strategi “tekan lalu tarik” ala Trump akan menghasilkan perjanjian baru—atau justru memperpanjang ketidakpastian global.***




















