Bekasi, Mevin.ID – Di balik hiruk pikuk rutinitas birokrasi, lorong-lorong Balai Kota Bekasi kini diwarnai pemandangan baru: para ASN membawa warna-warni botol minum yang dapat diisi ulang, atau yang akrab disebut tumbler.
Bukan sekadar tren gaya hidup, fenomena ini adalah manifestasi dari sebuah instruksi tegas, sekaligus upaya Pemkot Bekasi menanamkan etos kerja baru yang berwawasan lingkungan.
Instruksi datang langsung dari Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, pada apel pegawai Senin (13/10/2025). Intinya sederhana, namun transformatif: ASN wajib membawa tumbler dan seluruh rapat harus bebas dari air minum kemasan plastik. Sebagai gantinya, dispenser menjadi Raja baru di meja-meja rapat.
Perang Melawan Plastik Dimulai dari Meja Kerja
Kebijakan ini mungkin terasa kecil, namun dampaknya dalam skala harian sangat signifikan. Bayangkan, jika 10.000 ASN mengonsumsi minimal dua botol plastik sekali pakai per hari, ada 20.000 botol yang dibuang setiap harinya dari lingkungan Pemkot.
Dengan langkah ini, potensi pengurangan sampah di lingkungan kantor saja bisa mencapai puluhan ribu unit per minggu.
“Ini adalah upaya efisiensi yang paling mendasar. ASN harus menjadi teladan,” kata Tri Adhianto. Ia menekankan bahwa filosofi di balik kebijakan ini lebih dari sekadar menghemat pengeluaran kantor, melainkan menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa perubahan besar dimulai dari tindakan yang paling personal.
Bagi ASN seperti Taufiq Rachmat Hidayat, Kepala Disdukcapil Kota Bekasi, arahan ini adalah katalis yang ia butuhkan. “Saya kira ini bagus. Sebelumnya kita terbiasa serba instan, botol plastik. Sekarang kita dipaksa berpikir, ‘Oke, saya bawa tumbler, saya bertanggung jawab atas pilihan minum saya.’ Ini membentuk disiplin baru,” ujarnya.
@ceritamastriKeren ni patut di contohhh #mastriadhianto #walikotabekasi #fyp #kotabekasi #bekasikeren #tumbler♬ suara asli – 🎧🎧🎧 – siapa aku🥀
Bukan Hanya Gaya, Ini Adalah Budaya
Beberapa ASN sempat kelupaan membawa tumbler di hari pertama, terpaksa harus meminjam atau mencari air di area dispenser terdekat. Namun, seiring berjalannya waktu, membawa tumbler mulai terintegrasi sebagai bagian dari “seragam” kantor.
“Awalnya ribet, harus mencuci, harus membawa tas yang lebih besar,” cerita seorang staf di Badan Kepegawaian Daerah (BKD). “Tapi sekarang, kalau tidak bawa, justru merasa aneh. Bahkan, teman-teman jadi saling memamerkan tumbler dengan desain unik, menjadikannya bahan obrolan baru yang positif.”
Fenomena ini menunjukkan bahwa perubahan budaya dapat terjadi jika didukung oleh kebijakan struktural. Larangan total penggunaan air minum kemasan di rapat menjadi kunci utama yang memaksa kebiasaan lama ditinggalkan.
Jangkauan Lebih Luas: ‘Bekasi Keren’ dan Ekonomi Sirkular
Tri Adhianto menyadari bahwa aksi di kantor tidak akan cukup tanpa melibatkan masyarakat. Oleh karena itu, gerakan tumbler di Pemkot ini berjalan paralel dengan inisiatif yang lebih besar: penguatan Bank Sampah di tingkat RW melalui program “RW Bekasi Keren.”
“Bank sampah ini adalah jembatan untuk edukasi dan ekonomi sirkular,” jelas Wali Kota. Dengan mendorong setiap RW memiliki sistem pengumpulan dan pemilahan, Pemkot berharap dapat mengubah sampah plastik dari limbah menjadi aset yang bernilai ekonomi bagi rumah tangga.
Dari botol minum di meja kerja hingga pemilahan di pintu rumah warga, inisiatif Pemkot Bekasi ini mencerminkan filosofi sederhana Stoikisme modern: fokus pada apa yang dapat dikendalikan, dan beraksi.
Mengubah kebiasaan ribuan birokrat hanyalah permulaan. Tujuan akhirnya adalah menjadikan Kota Bekasi sebagai teladan dalam manajemen sampah yang bertanggung jawab, dari hulu ke hilir.***
Penulis : Fathur Rachman
Editor : Pratigto





















