ADA SATU keyakinan yang hidup di hati banyak orang beriman: bahwa Tuhan tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuan.
Kalimat ini bukan sekadar mantra penghibur, melainkan cerminan dari sebuah prinsip yang dalam — bahwa kehidupan ini tidak pernah dirancang untuk menjatuhkan, melainkan untuk membentuk.
Tuhan yang Maha Adil, Bukan Pengatur Kegagalan
Dalam berbagai kepercayaan, Tuhan diyakini sebagai Maha Adil, Maha Pengasih. Maka tidak masuk akal jika Sang Pencipta justru merancang penderitaan yang tak mungkin dilewati oleh ciptaan-Nya sendiri.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Jika sebuah ujian datang, maka selalu ada celah untuk bertahan. Selalu ada ruang untuk belajar, meski sempit. Dan selalu ada harapan, meski samar.
Ujian tidak hadir untuk menjebak. Sebaliknya, ia adalah bagian dari kurikulum spiritual manusia — sesuatu yang akan menguak potensi yang tersembunyi, yang bahkan tak diketahui oleh diri sendiri.
Ketika Perasaan Tak Sanggup Bertabrakan dengan Kenyataan
Manusia sering merasa kalah sebelum berperang. Dalam kondisi mental tertentu, cobaan kecil bisa terasa seperti bencana besar.
Namun, di balik semua itu, tetap ada satu fakta yang tak berubah: bahwa Tuhan mengetahui kemampuan hamba-Nya lebih dari hamba itu sendiri.
Surah Al-Baqarah ayat 286 menegaskan:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…”
Perasaan tak sanggup bukan berarti tidak mampu. Ia hanyalah hasil benturan antara emosi dan keterbatasan pengetahuan manusia.
Sering kali, justru dari perasaan itulah muncul lompatan besar — ketika seseorang mulai belajar bertahan, dan akhirnya tumbuh.
Cobaan Sebagai Cermin dan Jalan Keluar
Setiap manusia pasti diuji. Tapi cara menghadapi ujian itulah yang membedakan antara mereka yang tumbuh dan mereka yang terpuruk.
Cobaan adalah cermin: ia menunjukkan siapa diri seseorang sebenarnya — dan siapa dirinya yang bisa ia capai.
Sejarah juga mencatat banyak sosok besar yang lahir dari luka. Mereka yang bangkit dari keterpurukan sering kali menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya.
Itu karena ujian tidak pernah datang tanpa maksud. Ia adalah alat bantu Tuhan untuk menyadarkan manusia akan kekuatan yang selama ini tertidur.
Optimisme Bukan Ilusi, Tapi Iman yang Tangguh
Keyakinan bahwa Tuhan tidak akan memberikan ujian di luar kemampuan bukanlah bentuk pelarian dari kenyataan.
Justru itulah kenyataan spiritual yang sesungguhnya. Bahwa setiap manusia diberi daya tahan, daya juang, dan jalan keluar — selama ia tidak menyerah.
Optimisme bukan berarti menolak realita pahit. Ia justru lahir dari iman yang memahami: jika sebuah cobaan diizinkan hadir, maka pasti ada potensi kemenangan di baliknya. Dan Tuhan, dalam keadilan dan kasih-Nya, selalu tahu batas manusia — bahkan ketika manusia itu sendiri belum tahu.***