BAYANGKAN Anda menerima panggilan video dari atasan yang memerintahkan transfer dana mendesak. Wajahnya, suaranya, bahkan gaya bicaranya—semua terlihat nyata. Tapi setelah dana ditransfer, baru Anda sadar: itu bukan dia. Itu deepfake.
Fenomena penipuan digital berbasis kecerdasan buatan kini bukan sekadar fiksi sains. Teknologi deepfake telah memasuki ruang personal dan profesional kita secara diam-diam, menghadirkan risiko yang nyata—dan merugikan.
Apa Itu Deepfake?
Deepfake adalah teknologi AI yang memungkinkan pembuatan konten palsu dalam bentuk video, gambar, atau audio, yang terlihat dan terdengar sangat meyakinkan. Dengan kata lain, seseorang bisa dibuat “mengatakan” atau “melakukan” hal-hal yang sebenarnya tak pernah mereka lakukan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Masalahnya, batas antara yang asli dan palsu kini semakin kabur.
Penipuan dengan Skala Miliaran
Kasus-kasus nyata bermunculan. Seorang pegawai di Hong Kong tertipu hingga kehilangan lebih dari Rp 392 miliar karena panggilan video deepfake yang menyamar sebagai eksekutif perusahaan.
Di Inggris, sebuah perusahaan teknologi mengalami kerugian mencapai Rp 400 miliar akibat perintah transfer dana palsu berbasis suara deepfake yang meniru sang CEO.
Dan ini bukan hanya menimpa perusahaan besar—masyarakat umum juga menjadi sasaran.
Sebuah survei oleh Trend Micro menunjukkan bahwa 71% responden khawatir dengan penyalahgunaan deepfake untuk penipuan, dan 36% menyatakan pernah menjadi korban langsung.
Bagaimana Deepfake Menjebak Kita?
- Video Palsu: Bisa menunjukkan seseorang “mengaku”, “melakukan tindak kriminal”, atau bahkan “menyebar ujaran kebencian”.
- Audio Palsu: Digunakan untuk memalsukan perintah, testimoni, atau percakapan pribadi.
- Gambar Palsu: Dipakai dalam pencurian identitas, aplikasi palsu, hingga manipulasi verifikasi wajah.
“Teknologi ini berkembang sangat cepat. Kita perlu metode baru untuk mendeteksinya,” kata analis keamanan AI, Ayoub, dalam laporan Gartner terbaru.
Waspada, Tapi Jangan Paranoid
Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, kunci utama menghindari jebakan deepfake adalah kesadaran dan ketelitian dalam mencerna informasi.
“Jangan mudah percaya dengan apa yang Anda lihat atau dengar di internet,” tegasnya.
Sayangnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengenal bahaya deepfake. Edukasi publik menjadi penting agar tidak makin banyak korban.
Cara Sederhana Mengenali Deepfake
Berikut beberapa langkah praktis yang bisa kita lakukan:
- Periksa metadata file (foto/video/audio).
- Analisis sumber media—apakah akun atau situsnya bisa dipercaya?
- Cari inkonsistensi visual (gerakan mata, sinkronisasi bibir, pencahayaan).
- Gunakan detektor AI yang kini banyak tersedia gratis.
- Cek konten serupa via pencarian gambar/audio di internet.
Jangan Sampai Jadi Korban Berikutnya
Teknologi diciptakan untuk membantu manusia. Tapi jika disalahgunakan, dampaknya bisa luar biasa merugikan. Deepfake bukan hanya persoalan digital—ia bisa merusak reputasi, relasi, bahkan keuangan kita.
Bijaklah di dunia digital. Jangan mudah percaya, jangan cepat berbagi, dan selalu skeptis terhadap hal yang “terlalu sempurna untuk jadi kenyataan”.***