Jakarta, Mevin.ID — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut pernyataan Presiden ke-7 RI Joko Widodo tentang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh “ada benarnya.”
Menurutnya, moda transportasi cepat tersebut memang tidak bisa dinilai hanya dari keuntungan finansial.
Sebelumnya, Jokowi menegaskan pembangunan Whoosh dilakukan untuk mengejar manfaat sosial jangka panjang—mulai dari pengurangan emisi hingga penghematan kerugian akibat kemacetan di Jakarta dan Bandung yang mencapai Rp100 triliun per tahun.
“Transportasi massal itu bukan diukur dari laba, tetapi dari keuntungan sosial,” ujar Jokowi di Surakarta, Senin (27/10).
Manfaat Sosial Butuh Ekosistem Ekonomi
Purbaya mengakui Whoosh mengemban misi regional development. Namun, ia menilai pemanfaatan lahan dan kawasan di sekitar jalur serta stasiun Whoosh belum maksimal.
“Ada betulnya juga sedikit… yang regionalnya belum dikembangkan. Itu harus dikembangkan ke depan,” ujar Purbaya di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (28/10).
Dengan pengembangan kawasan ekonomi berbasis transit (TOD), nilai sosial yang disebut Jokowi diyakini bisa terwujud lewat peningkatan ekonomi daerah.
Sorotan Biaya dan Utang Proyek
Meski menawarkan banyak manfaat, proyek senilai US$7,2 miliar atau sekitar Rp116,5 triliun itu masih menuai polemik, terutama soal utang yang membayangi operasional dan finansial Whoosh.
Purbaya memastikan pemerintah tidak menggunakan APBN untuk menutupi utang tersebut. Ia menyebut Danantara sebagai pihak yang kini bertanggung jawab.
“Danantara sudah ngambil lebih dari Rp80 triliun dividen dari BUMN, seharusnya mereka kelola dari situ,” tegasnya.
Polemik Whoosh diprediksi masih akan bergulir seiring evaluasi publik mengenai manfaat ekonomi vs beban pembiayaan. Pemerintah menekankan, tanpa percepatan pembangunan kawasan penunjang, potensi keuntungan sosial Whoosh akan sulit maksimal.***



 
					






 
						 
						 
						 
						 
						










